Labels

Oct 14, 2015

Perempuan Perrrrrkasa

Awalnya, diskusi dimulai dari psikologi sastra tapi entah kenapa larinya jadi ke masalah 'perempuan' dan sedikit bawa-bawa feminisme. Kemudian sang dosen cerita (note : dosennya perempuan) bahwa sebagai perempuan kita juga harus kuat, tetapi gambaran beliau tentang perempuan perkasa itu ternyata macam jatuh dari genteng, manjat pohon, 'tomboy', atau mungkin kalo yang agak keren dikit adalah istri-istri yang kuat 'menderita' dalam rumah tangga yang berantakan atau suami yang berpoligami.

Di sini saya merasa ada sedikit perbedaan pengertian antara beliau (yang saya yakin sudah sangat expert dalam bidangnya) dengan saya (yang baru mahasiswa, ehem, semester tiga) tentang 'perempuan perkasa'. Bagi saya perempuan perkasa adalah mereka yang nggak cuma bisa melakukan apa yang laki-laki bisa, tapi juga dia perempuan yang mentally (and fine, physically) tangguh. Perempuan tangguh juga bukan hanya mereka yang sudah punya suami namun sayang suaminya selingkuh, berpoligami, atau suaminya suka main tangan.

Perempuan dalam gambaran seperti itu sudah terlalu klise. Too overrated. Entahlah, tapi saya merasa justru wanita-wanita yang begitu mencolok dengan cerita 'kasihan saya, suami saya selingkuh' itu agak sedikit tidak sedap dirasa. Ok mereka berkorban tidak hanya fisik yang dapat diobati, tapi juga berkorban perasaan yang susah diobati. Apa yang hendak mereka buktikan? 'Kuat' atau 'nature perempuan yang lembut, loyal, pemaaf, lemah di hadapan pria dan karena itu berusaha (atau malah bisa) bertahan dengan kondisi demikian, dan karena itu juga disebut juga kuat dan perkasa, tidak terkalahkan oleh pria'?

Ok, mereka juga para perempuan perkasa. Tapi harus ada sesuatu lain yang membuat dia menjadi 'perempuan sangat perkasa' yang lebih tangguh. Seperti Kartini, Dewi Sartika, Margaret Thatcher, Joan D'Arc, Florence Nightingale, Marie Curie, Queen Victoria, Eleanor Roosevelt, Anne Frank, Harriet Tubman, dan Agatha Christie, dan buanyak wanita-wanita perkasa lain, saya pikir mereka tidak hanya survive dalam masalah rumah tangga tapi mereka juga bisa melakukan sesuatu yang lebih besar dan lebih baik untuk banyak orang. Perempuan yang punya kekuatan seperti mereka itu yang menurut saya lebih berhak disebut perempuan perkasa.

Ketika sedang senggang di kelas (bosan, misalnya) saya diam-diam membuat coretan ngawur. Dan saya menulis tentang masalah ini dengan mengambil contoh.... Cinderella dan Mulan. Yea another cliche.

"Rather than Cinderella who survives her miserable life with her stepmom and sisters, I'd prefer be Mulan who fights in a battle.

Cinderella is a strong girl but Mulan describes my definition of 'iron lady'. Mulan freed China from a great danger and finally married General Shang while Cinderella defeated her stepsisters and lived happily ever after with her prince. Both get a prince in different way, but life isn't always about getting a prince anyway.

The other difference is that Mulan is a legendary woman warrior while Cinderella is only a fairy tale character."

Yah, ngomongin masalah perempuan emang nggak ada habisnya.

Jum'at lalu di kelas saya ada mbak-mbak yang (kayaknya) dari golongan Islam radikal datang 'berdakwah' di kelas pagi-pagi selagi kelas hanya berisi lima orang. Dia bicara tentang perempuan, dan yang saya tangkap malah seakan-akan dia ngejudge kalo perempuan bekerja itu dosa banget. Well okay, perempuan itu tulang rusuk bukan tulang punggung, tapi perempuan punya kesempatan mengembangkan diri dan hal itu tidak selalu bisa didapat ketika perempuan hanya menjalankan satu fungsi : ibu. Ibu di rumah, ngurus anak, ngurus suami, ngurus rumah, dan ketika suaminya 'nakal' dia cuma jadi sasaran pukulan, dia hanya bisa menahan diri karena dia perempuan. Dia tidak punya kesempatan melawan karena melawan suami itu dosa. Ya kapan majunya perempuan kalo kaya gitu?

Saya tidak menghina atau merendahkan peran ibu, no. Ibu itu penting, ibu itu sakral dan itu benar. Tapi peran ini yang kadang membuat perempuan enggan untuk mengembangkan diri dan akhirnya diremehkan juga.

Saya jadi ingat tentang picture yang kemaren dulu dibagi salah satu account di Line. Isinya tentang seorang pria yang ingin istrinya bekerja, kemudian teman si pria ini bilang 'yah, kalo wanitanya juga kerja, lumayanlah bisa mengatasi masalah finansial, nambah-nambah penghasilan', tapi kemudian si pria bilang 'no, saya tidak menganjurkan istri saya bekerja karena uang, tapi dia berhak atas pengalaman, pengetahuan, dan kesempatan untuk mengembangkan dirinya di jaman yang semakin modern ini. Kalo dia dapat uang dari kerja, itu uang dia, bukan hak saya. Saya yang tetap tanggung jawab atas nafkah dalam keluarga, bukan dia yang tanggung jawab'.

Don't you just love this kind of guy?! Jaman sekarang jarang ada cowok mau sama cewek pinter, maunya cewek cantik, jago masak, jago nyenenging cowoknya. Cewek yang kelewat pinter biasanya nggak bisa dipamerin ke temen, nggak enak dilihat, dan cupu deh. Biasanya malah ada cowok yang gamau pacaran sama cewek pinter gara-gara ntar kalah pinter, kalah wibawa. Duuuuuh.

Ok, balik lagi. Jadi saya pikir perempuan harusnya nggak cuma punya peran ibu dan istri aja, dia punya peran di masyarakat sosialnya, bangsanya, dan agamanya. Ketika semua fungsinya bekerja dengan baik, that's what you called 'iron lady'. Wanita perkasa.

Ah, tapi apalah, ini cuma tulisan subjektif seorang idealis yang nyerempet feminis. Selamat menikmati.

No comments:

Post a Comment