Labels

Sep 2, 2017

Tentang Nikah

Selamat menempuh hidup baru buat Mbak Ivro, mbak sepupuku, yang dulu suka tuker-tukeran lagu via bluetooth dan Mbak Ferdina, kakak kelas SMA, yang suka bilang 'Mei, lanjut ya belajar bahasa Jermannya!", semoga kebahagiaan selalu menyertai kalian dan keluarga baru kalian xoxo

Dari dulu saya bisa dibilang late bloomer dalam hal percintaan. Saya yang paling telat punya pacar di antara teman-teman saya dan saya yang paling telat juga dapat undangan nikahan. Dari semester 3, temen-temen kuliah saya banyak yang cerita dapat undangan nikah dari sahabatnyalah, temennya SMP-lah, siapa lagi saya lupalah. Sampai-sampai sebulan ada kali dia 3 kali kondangan.

Undangan nikahan pertama yang ditujukan untuk saya itu dari Velin, temen SMP yang nikah tahun lalu. Saya nggak dateng pas nikahan Velin soalnya nggak ada temen ke tempat resepsinya. Setahun lebih kemudian baru saya dapat undangan nikahan lagi dari Mbak Ferdina. Kali ini saya nekat berangkat sendiri meskipun nggak tau tata cara ke kondangan (bawa buwuh berapa, pakaian yang pantes gimana, datang yang pas jam berapa). Untungnya di sana ketemu Mbak Mas jaman SMA dulu yang bisa dibarengi, walaupun akhir-akhirnya ditinggal juga soalnya mereka asik sendiri :')

Ketika di nikahan mbak Ferdina, lihat proses pengantin masuk ke dalam hall resepsi nikahan, saya jadi terharu. Bukan karena pengen, tapi lebih ke terpesona dengan sakralnya prosesi. Khidmat, semua mata tertuju ke kedua mempelai. Satu-satunya suara yang terdengar hanya dari MC yang mengiringi penganting, backsound lagu klasik, dan suara orang ambil foto. Waktu itu saya nyaris menitikkan air mata melihat prosesi sakral ini. Di sini saya tahu kalau nikahan yang bagus, MC-nya juga harus bagus. Acara lanjut ke salaman, foto-foto, 'ramah-tamah', pamitan, dan pulang.

Setelah itu saya mikir, well, someday I'd be on that place. Mungkin suatu saat nanti saya juga akan masuk ke dalam sebuah ruangan dengan seseorang (pasti laki-laki), dikelilingi kerabat dan keluarga, dilihat orang-orang yang kami undang. Semua bahagia, cara yang indah untuk memulai hidup baru. Sampai saya tahu bahwa pernikahan itu mengubah seseorang.

Bahkan seharusnya 'punya pacar' saja bisa mengubah seseorang. Kalau kita ambil contoh sederhana di jaman hidup tradisional dulu, kalau perempuan sudah mau dijodohkan saja hidupnya akan berubah. Seperti tokoh Nuraeni dalam novel Lelaki Harimau-nya Eka Kurniawan (btw, ini novel bagus loh!). Ketika dia sudah ada pacar, Nuraeni mulai menata diri. Dia nggak lagi ikut bapaknya bekerja di sawah, tapi dia mulai ikut ibunya di dapur. Dia mulai meninggalkan kegiatan anak-anaknya dan mulai ikut-ikut kegiatan perempuan, mulai belajar dandan, belajar menjaga diri dan sikap, dan merawat tubuh. Semua dilakukan karena dia sudah punya pacar dan akan menikah.

Ketika saya membaca paragraf ini saya cuma bisa duduk diam sejenak dan berpikir. Sebenernya mau di jaman modern sekarang pun harusnya juga seperti ini. Ketika sudah ada pacar yang serius, perempuan yang baik akan memperbaiki diri. Dandan, belajar masak, belajar mengurus rumah, dan belajar belajar belajar. Bukan untuk memposisikan dirinya lebih rendah daripada si suami, tapi karena perempuan punya andil besar dalam membangun 'rumah' bagi keluarga barunya.

Bukan berarti perempuan ga boleh kerja, cari duit, berpendidikan tinggi, tapi bayangkan kalau istri yang mengurus rumah bukan perempuan yang betah di rumah, yang egois dan mementingkan diri sendiri, yang sukanya beli makan di luar dan nggak bersihan. Mungkin sebenernya perempuan yang berpendidikan justru lebih tahu bagaimana bersikap dan bertindak dalam keluarga.

Menikah itu hidup berdua dan punya keluarga yang lebih besar dari sebelumnya. Bukan hanya diri sendiri yang disenengin tapi juga pasangan, mertua, orang tua, ipar, anak-anak, dan ponakan karena pada dasarnya membahagiakan orang lain yang kita sayang itu harusnya bikin kita bahagia juga.
Intinya sebagai pengingat untuk diri sendiri, nikah itu gede banget tanggung jawabnya.

Ketika mengingat kembali di pernikahan teman-teman saya, saya melihat bagaimana mereka menggandeng suami masing-masing dan melangkah mantap. Saya yakin temen-temen saya yang menikah sudah siap menerima perubahan yang akan mereka tanggung bersama suami atau istri masing-masing karena mereka nggak akan sendirian. Diam-diam saya malah merasa agak iri karena mereka bisa berubah menjadi lebih baik untuk menjalani masa depan baru mereka. Saya yakin mereka akan bahagia.

Oh, tolong jangan tanya saya kapan nikah. Saya masih sibuk *lanjut baca Lelaki Harimau*

Alasan aja karena pacarpun tak ada :')