Labels

Oct 19, 2017

Halo, Chon.

Chon duduk senyam-senyum menatap ponselnya seperti gadis remaja baru dapat SMS dari pacar. Lalu saya datang dan bertanya, apa boleh saya duduk di sebelahnya? Dia diam sebentar sambil menerka apa maksud saya, kemudian dia paham dan menggeser pantatnya. Saya bawa nasi kuning dan ayam goreng plus kuah bawang. Chon menawarkan segelas jus jambu tapi saya tolak karena tak kuat asam.

Chon hanya diam sambil melihat saya makan. Ponselnya sudah tidak lagi dia raba. Saya tanya apa dia sudah makan, dia bilang sudah. Susah bicara padanya karena kadang dia tidak mengerti. Tapi Chon, saya paham kamu senang dapat teman baru. Pasti senang juga bisa bicara dalam bahasa asing dengan kami.

Tiap malam Chon ajak saya dan yang lain pergi jalan-jalan. Dia bilang makanan di pasar malam lebih enak daripada di kantin. Enak, murah lagi! Lain waktu kami suka duduk di kantin sambil tertawa bercanda. Pelan-pelan Chon mulai bisa bicara dalam bahasa saya. Dia mulai suka belikan kami marshmellow rasa stoberi dan kami pergi belanja di Tesco Lotus.

Lima minggu, sungguh berat rasanya meninggalkan rumah, tapi Chon dan teman-teman lainnya membuat segalanya lebih mudah. Chon sering menggeser meja-kursi besi di kantin agar kami bisa duduk ramai-ramai makan siang bersama. Atau kadang dia membonceng saya untuk makan pad thai di depan kampus, jauhnya sekitar 5 kilo dari asrama. Lalu balik lagi antar saya ke asrama. Kadang dia pulang lewat jam 10 malam karena kami suntuk di kamar. Chon, tidak capek? Dia geleng kepala. Senang, katanya. Astaga Chon, terlalu sering kamu membagi waktumu dengan kami agar kami tidak merasa sendiri.

Kindness is universal language. Chon, tidak apa kamu tidak bisa bicara, tapi kamu orang baik. Yang jahat adalah yang tanya 'apakah kamu laki-laki atau perempuan' atau 'apa kamu suka laki-laki atau suka perempuan'. Manusia kadang tidak bisa menahan diri, kami mencintai figur dan ingin tahu apakah kamu sempurna sebagai manusia. Chon sudah mendapati dirinya terjebak dalam pertanyaan itu tiap kali dia bertemu orang asing. Jadi Chon, saya akan coba menahan diri.

Chon pun tersenyum kembali seperti pada mulanya. Dasar senyum orang Thai, bahkan dalam pemakaman pun ada senyuman yang bisa dilempar sekali dua kali. Maaf ya Chon.. mai pen rai, na Chon? Mai pen rai.



*Mai pen rai, in Thai concept not only means 'it's okay' or  'never mind', but also means 'it's all fine and it will be' or 'never mind; this too shall pass' (Eric Weiner, 2015).

No comments:

Post a Comment