Labels

Dec 20, 2015

Fist in the Air

Setelah dua tahun lalu saya mengalami penolakan SNMPTN dan SBMPTN, saya harus menerima kalau cuma bisa belajar sastra Indonesia di Malang. Awalnya memang agak... yah sudahlah, tidak apa-apa. Kemudian saya merenungkan masa SMA saya yang luar biasa dan menggali lagi apa yang dulu saya pernah idam-idamkan, sampailah pada satu masa di mana saya ingin jadi guru. Guru gaul. Yang mengajar bahasa Indonesia kepada penutur asing.

Dan di sinilah saya. Mahasiswi semester tiga. Memulai karir : tutor bahasa Indonesia untuk program In-Country 2015/2016 *tangan mengepal di udara*

Dari semester lalu, job vacancy yang mencari tutor selalu ada. Sayangnya saat itu saya harus bersabar karena yang bisa daftar minimal semester 3, sedangkan saya.... hanya dari segi usia ada di semester 4-5 :') Jadi ketika di semester 3 ada lowongan menjadi tutor untuk mahasiswa Thailand ini, saya langsung daftar. Yang daftar banyak, tidak hanya dari sastra saja yang mendaftar, tapi semua fakultas. Saya pesimis. Tapi ternyata saya lolos. Dari 160 mahasiswa yang mendaftar, hanya 40 mahasiswa yang diterima, 4 di antaranya anak semester 3. 

Ketika saya membaca nama saya yang muncul di daftar nama calon tutor dengan tambahan keterangan 'DITERIMA', rasanya seperti adegan film The Breakfast Club ketika Judd Nelson mengepalkan tangannya di udara. Kembali mengingat masa-masa dua tahun lalu di kelas bimbel jam 10 pagi, bersusah payah mengerjakan soal-soal ekonomi dan matematika, membesarkan hati dengan berkata 'Sabar, Tuhan sedang mengaspal jalanmu'. Yah, rasanya inilah salah satu ujung jalan yang dua tahun lalu diaspalkan Tuhan untuk saya. 

Jalan yang diaspal ini masih sangat panjang, masih harus dijalani agar ujung yang satunya bisa dicapai. Mungkin suatu saat akan ada batu yang membuat saya tersandung lagi, akan ada jalan yang tiba-tiba krowak lagi, mungkin saya harus sedikit berbelok dan mengulang lagi, bagaimanapun juga saya bersyukur. Saya bersyukur, atas apa yang sudah ada di tangan saya saat ini. Saya bersyukur karena saya tidak menyerah. 

Suatu saat nanti, ketika jalan saya rusak lagi, saya harap saya mau dan bisa berdiri lagi seperti sekarang ini. Saya harap saat itu saya cukup dewasa untuk bilang 'mai pen lai', tidak apa-apa. 


2 comments: