Akhirnya semua wanita mendapatkan kebebasannya. Sayangnya kebanyakan mereka lupa apa makna emansipasi sebenarnya. Emansipasi wanita berarti proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju.
Keinginan Kartini untuk kita cuma satu : agar wanita dianggap sama. Sederajat dengan pria, sama pintarnya, sama tangguhnya. Agar kita para wanita tidak melulu ada di dapur tapi juga pergi bersekolah. Agar wanita juga mendapatkan pendidikan dan tidak dibodohi anak laki-laki.
"Gadis yang pikirannya sudah
dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi
hidup di dalam dunia nenek moyangnya" - R.A Kartini
Akhirnya kesampaian juga, bukan? Wanita pergi ke sekolah. Tidak lagi dipingit. Mendapat pengakuan dan perlindungan hukum yang sama dan mereka cerdas. Mereka bisa bekerja dengan tenang, menjalani profesinya dengan hati-hati dan bertanggung jawab. Mulai dari tukang sayur sampai dokter, petani sampai anggota dewan pasti ada wanita.
Namun, bukan salah Kartini jika kebanyakan wanita hari ini melenceng jauh dari harapannya dulu. Wanita-wanita cerdas yang diharapkannya bisa membawa kesejahteraan bagi rakyatnya kelak justru membawa kesedihan bagi bangsanya. Beberapa wanita masuk penjara karena korupsi, penggelapan dana, membunuh, menipu, mencopet, mencuri, dsb. Tidak hanya satu atau dua.
Bukan salah Kartini pula apabila kebanyakan wanita sekarang ini lebih suka mengejar kehidupan "sendiri", berkarier, mencari pengalaman, bersenang-senang, mendapatkan uang, sukses dan kaya raya. Hasilnya untuk diri sendiri, she doesn't want anything else but happy! Tidak ada salahnya jadi mandiri. Terdengar ambisius, tapi saya juga begitu. Mungkin puluhan atau ratusan perempuan muda dan wanita dewasa juga menginginkan hal yang sama. Tapi saya mulai merasa mungkin itu semua akan jadi membosankan pada ujungnya.
Kemudian di tengah kebebasan wanita dalam memperkaya diri muncullah nama-nama mereka, wanita-wanita yang tidak hanya mengedepankan diri mereka. Muncullah Antarina S.F Amir, seorang ibu yang meneruskan usaha Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan. Butet Manurung, perintis dan pelaku pendidikan alternatif bagi masyarakat terasing dan terpencil di Indonesia. Ita Martadinata Haryono, seorang aktivis HAM Indonesia yang tewas dibunuh secara misterius di usianya yang ke-18. Marsinah, aktivis dan buruh pabrik, diculik dan kemudian ditemukan terbunuh pada 1993. Ratna Sarumpaet, Suciwati, Tri Mumpuni dan banyak wanita lain yang berdiri tidak hanya untuk dirinya sendiri.
Wanita harusnya tahu bahwa hidupnya bukan hanya semata untuk dirinya sendiri. Wanita boleh cerdas, boleh kaya, boleh berpendidikan, tapi tidak lupa akan hakikatnya sebagai wanita : sebagai anak, sebagai ibu, sebagai istri, sebagai anggota masyarakat. Ingatlah kata-kata "di balik kesuksesan seorang pria ada wanita hebat di belakangnya". Ingatlah bahwa 80% kecerdasan seorang anak diwariskan dari ibunya.
"Siapakah yang akan menyangkal bahwa wanita memegang peranan penting dalam hal pendidikan moral pada masyarakat. Dialah orang yang sangat tepat pada tempatnya. Ia dapat menyumbang banyak (atau boleh dikatakan terbanyak) untuk meninggikan taraf moral masyarakat. Alam sendirilah yang memberikan tugas itu padanya."
- R. A Kartini (Berikanlah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa *baca: Indonesia). Nota R.A. Kartini tahun 1903 yang dipublikasikan melalui berbagai surat kabar.
Selamat Hari Kartini. Habis gelap terbitlah terang. Semoga tidak ada kegelapan lagi setelah ini.
No comments:
Post a Comment